Monday, June 20, 2011

REFLEKSI KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA (KULIAH TERAKHIR)

Sangat tidak terasa satu semester telah berlalu. perkuliahan demi perkuliahan dilewati dan bertahap mencoba mempelajari filsafat pendidikan matematika mulai dari comment elegi yang telah disiapkan oleh beliau Bapak Marsigit, M.A. sampai posting refleksi perkuliahan dan tranformasi dunia secara umum. beberapa seri elegi yang paling saya ingat adalah ritual ikhlas sebagai pengantar sebelum memasuki ranah filsafat, pemberontakan matematika, dan yag baru-baru ini keluar dan masih berjalan yaitu forum tanya-jawab. mengingat apa yang disampaikan oleh beliau Bapak Marsigit bahwa dalam mempelajari filsafat haruslah kontinu tidak putus-putus, berdasarkan hal itulah saya harus menjalani kuliah tatap muka dan on-line melalui elegi-elegi.


berdasarkan analisis Bapak Marsigit terhadap comment saya dan teman-teman, menunjukan bahwa belum-lah maksimal dalam menjalani perkuliahan selama satu semester ini. menurut pandapat Bapak Marsigit masih banyak sekali yang dalam comment elegi masih tidak 'nyambung' atau tidak koheren dengan apa yang di bahas dalam elegi itu sendiri. bardasarkan pengamatan Beliau, hal ini dikarenakan:

pertama mahasiswa belum ikhlas dalam comment dalam artian hanya mngejar target atau kuantitas dalam comment tetapi esensi dari comment tersebut tidaklah diperhatikan. dari awal perkuliahan memang hal inilah yang paling ditekankan oleh Beliau, oleh karena itulah dalam serial elegi yang pertama dianjurkan untuk dibaca adalah serial ritual ikhlas. dalam filsafat jawa, hal ini dilakukan sebagai 'ruwatan' kepada para mahasiswa sebelum mempelajari filsafat agar tidak terjadi penyimpangan dan sadar. terutama bagi mereka yang selama satu semester ini hanya comment sangat sedikit, Beliau menyebutnya sebagai 'belum ikhlas',  tidak sesuai dengan adabnya belajar filsafat.

kedua adalah ketidakkontinuan dalam mempelajari filsafat. ini merupakan masalah paling banyak terjadi termasuk diri saya sendiri masih merasa belumlah kontinu dalam mempelajari filsafat. padahal kekontinuan ini masuk dalam adab-adab dalam mengikuti perkuliahan filsafat pendidikan matematika. kurangnya waktu dan terlalu sibuknya jadwal menjadi alasan teman-teman dalam melaksanakan adab perkuliahan yang satu ini. padahal menurut beliau ,Bapak Marsigit, yang dapat membantu dalam ketuntasan perkuliahan filsafat pendidikan matematika adalah comment yang ikhlas dan kontinu.
tidak hanya itu saja, Beliau juga menjelaskan sedikit tentang beberapa maksud dari elegi yang telah didiskusikan dalam forum tanya jawab, diantaranya yaitu:

1. filsafatku tidak sopan, hal ini dikarenakan dalam berfilsafat, kita sering kali mengabaikan nama seseorang misalkan emanuel kant, tanpa mengatakan Bapak, Kakek, atau Yth dll. apabila dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tentulah tidak sopan.
2. filsafatku lancang, misalnya apabila kita berbicara hakekat kepada Pak lurah atau orang tua, tentulah tidak sesuai ruang dan waktunya.
selain dua hal di atas yaitu tentang kemarahan filsafatku, arogansiku berfilsafat, dan filsafatku sombong, yang semuanya dikarenakan kita selalu berfilsafat. oleh karena itu menyebabkan hal-hal di atas. secara psikologis tidak mengelola antara risiko-harapan-tantangan.
dalam kesempatan Beliau menceritakan tentang pengalamannya di mail milis, tentang masukan perubahan kurikulum yang diselenggarakan oleh kementrian pendidikan. berikut beberapa yang menjadi bahasan:
1. istilah standar isi kurang 'nyaman', seakan-akan objek matematika itu bersifat statis. padahal objek matematika itu bersifat dinamis, relatif terhadap ruang dan waktu. lebih baik Trajectory of Learning Mathematics
2. standar isi tidak sesuai untuk matematika sekolah, kita tahu bahwa matematika sekolah bersifat pola, problem solving, komunikasi, dan investigasi. tetapi standar isi belumlah sesuai dengan hal tersebut bahkan lebih bersifat pure mathematics.
beliau juga membahas sedikit tentang transformasi dunia yaitu transformasi material, transformasi formal, transformasi normatif, dan transformasi spiritual. dalam dunia matematika, banyak hal-hal yang ditransformasikan dari dunia satu ke dunia lain sebagai contoh  (A/ ∞) = 0 , di andaikan A sebagai orang yang salah atau tidak salah, dan ∞ sebagai permohonan ampun yang tak hingga, maka dapat diartikan sebagai baik itu orang yang salah ataupun orang yang tidak salah asalkan memohon ampun secara kontinu maka dosanya akan sama dengan nol. dalam kalimat diatas, 'secara kontinu' berarti baik itu dalam kegiatan apapun bahkan tidur tetap dalam dzikir.  contoh lain yaitu (X^0) = 1, dimana X diandaikan sebagai manusia dan 0 adalah kondisi hati dimana 0 artinya ikhlas, maka persamaan diatas dapat diartikan menjadi setinggi-tinggi derajat manusia adalah 1 yaitu manusia yang berhati ikhlas.
sebagai penutup Beliau mengatakan bahwa jika ingin mengaplikasikan filsafat dalam pendidikan matematika maka terapkan pada setiap aspeknya. siswa sebagai mengada, pengada, dan yang ada, selalu mentransformasikan dunia dari dunia yang satu ke dunia lain maka belajarlah karena dengan belajar siswa akan memiliki ketrampilan dalam melakukan transformasi dari dunia yang satu ke dunia lain. 
maka setinggi-tinggi, sehakiki-hakiki, filsafat belajar matematika adalah jika sampai pada keadaan dimana siswa sendirilah sebagai matematika. jika dibandingkan TK, SD, SMP, SMA, dan PT maka tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai researcher atau mathematician, siapapun bisa sebagai researcher tetapi pada dunianya sendiri-sendiri maka agar optimal, paradigma yang paling menunjang adalah constructivis sehingga tercapai siswa sendirilah sebagai matematika.

"tiadalah tulisanku mampu mengungkapkan semua kata-kataku"
"dan tiadalah kata-kataku mampu mengungkapkan semua pikiranku"
"sesungguhnya tiadalah pikiran kita mampu mengungkapkan semua isi relung hatiku"

No comments:

Post a Comment

Penulis mengharapkan komentar, kritik, dan saran agar blog ini semakin baik kedepannya :)