FILSAFAT MATEMATIKA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sumber: Kuliah Dr. Marsigit, M.A
Matematika muncul sebagai hasil dari pengamatan manusia terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dari fenomena sehari-hari inilah kemudian muncul berbagai persoalan-persoalan matematika yang oleh peradaban manusia saat itu belum dikenal matematika. Pada jaman yunani orang-orang mulai memikirkan persoalan-persoalan tersebut dan mendapatkan fakta bahwa matematika yang dilakukan sehari-hari itu adalah abstraksi dan idealisasi. Saat itu orang mengenal ada dua sifat yaitu tetap (aliran Permenides) dan berubah (aliran Heraclitos), matematika sendiri cenderung kepada sifat tetap di dalam pikiran. Sebagai contoh 1 + 3 = 4, hasil penjumlahan ini bersifat tetap apabila ada di dalam pikiran manusia tetapi berubah apabila berada di luar pikiran manusia. Dari hal inilah mulai terbentuk sistem, struktur, dan bangunan. Hal ini tergantung dari mana seseorang memulainya. Jika dimulai dari sesuatu yang jelas maka disebut pondamentalism, jika tidak dimulai dengan awalan maka disebut intuitism. Dari sini muncul pertanyaan apakah matematika itu bersifat tunggal, dual, multi, dan pluralism? Apakah matematika itu absolut? Apakah matematika bersifat relatif?
Apabila ditelusuri berdasarkan filsafat hermeneutika secara intensi dan ekstensi maka matematika terdiri dari tiga pilar yaitu
1. Ontologi of math
2. Epistemologi of math
3. Aksiologi of math
1. Ontologi of math
2. Epistemologi of math
3. Aksiologi of math
Bagi kaum formalis (aliran hilbert), mereka menerjemahkan matematika secara trans neumena sebagai matematika yang bersifat fondamentalis, formalis, dan aksiomatis. Selain itu matematika juga bersifat rigor atau apodiktif, konsisten, tunggal, dan pasti. Matematika lebih bersifat bebas terhadap ruang dan waktu. Di sisi lain, matematika sekolah yang terikat oleh ruang dan waktu tidak bisa menerima hal tersebut. Kemudian muncullah perbedaan antara matematika murni dengan matematika sekolah yaitu
Matematika Sekolah
|
Matematika Murni
|
1. Plural
2. Kontradiktif
3. Relatif
4. Koresponden
|
1. Tunggal
2. Konsisten
3. Absolut
4. Koheren
|
Ketidaksesuaian antara matematika murni dan matematika sekolah ini tentunya tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Dampaknya luar biasa besar bagi matematika sekolah. Selama matematika murni diterapkan dalam matematika sekolah maka matematika sekolah tidak bisa berkembang.
Di negara kita, Indonesia, Ujian Nasional merupakan wujud dari adanya prinsip matematika murni di dalam matematika sekolah. Hal ini tentu sangatlah memprihatinkan bagi matematika sekolah, perlu adanya perubahan, perlu adanya suatu revolusi untuk memperbaiki metamatika sekolah. Oleh karena itulah, Dr. Marsigit, M.A membuat surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia sebagai wujud usaha untuk menyadarkan bahwa matematika sekolah Indonesia dalam status awas, SOS!!!
Dalam pendidikan matematika realistik matematika tersusun atas (dari tingkatan terbawah).
1. Konkret
2. Skema
3. Model
4. Formal
1. Konkret
2. Skema
3. Model
4. Formal
sebagai contoh pembelajaran matematika di SD.
Pembelajaran matematika di SMP
Gunakan rumus Euler S + T = R + 2
S : banyak sisi
T: banyak titik sudut
R: banyak rusuk
Pembelajaran matematika di SMA dan Perguruan Tinggi membuktikan rumus di atas.
Dalam matematika ada konsep membilang dan menghitung. Sebagai contoh angka 2, dan 3, apabila dijumlahkan 2 + 3 = 5. Dalam hal ini angka 2 dan angka 3 adalah potensi, sementara itu 2 + 3 adalah fakta proses dan 2 + 3 = 5 adalah hasil. Matematika bisa dipandang sebagai proses menjumlahkan dan hasilnya berupa hasil jumlahan. Contoh lain sebagai proses yaitu diferensial dan hasilnya derivatif.
Sebagai calon pendidik, kita hendaknya mampu untuk membelajarkan metamatika sekolah kepada siswa dengan benar.
No comments:
Post a Comment
Penulis mengharapkan komentar, kritik, dan saran agar blog ini semakin baik kedepannya :)