Abstraksi Dunia dan Hubungannya dengan Matematika dalam Filsafat
(Kuliah Filsafat Pendidikan Matematika Oleh Dr.Marsigit, M.A)
Salah satu cara menterjemahkan dunia adalah dengan melakukan abstraksi jarak dari pikiran ke bumi yang berputar terhadap ruang dan waktu dimana hasil abstraksi berada di dalam pikiran kita yang kemudian digunakan untuk menterjemahkan dunia. Abstraksi dunia bisa saja berupa suatu titik yang terletak bisa di dalam pikiran maupun di luar pikiran. Apabila dikaitkan dengan ruang dan waktu maka suatu titik ini akan menjadi fakta. Apabila titik ini diberi kesadaran maka akan berupa potensi dan titik ini akan memilik makna. Dari sebuah titik inilah kita akan berusaha menterjemahkan dunia dengan abstraksi. Apabila dikembangkan dengan abstraksi maka suatu titik bisa menjadi suatu garis. Apabila dikembangkan kembali maka garis ini akan menjadi lingkaran. Namun, hal ini belumlah cukup untuk menterjemahkan dunia. Hal ini dikarenakan dunia bergerak terhadap ruang dan waktu. Bahkan sampai serumit apapun hasil pengembangan titik tersebut, hal ini belumlah cukup untuk
menterjemahkan dunia. Karena abstraksi di dalam pikiran kita tidak bergerak terhadap ruang dan waktu maka dengan hermeneutika kita bisa menterjemahkan dunia, dengan analogi bumi yang mengelilingi matahari. Namun, hal ini barulah setengah dunia. Apabila bangunan hasil abstraksi dikembangkan dengan menggunakan teknologi maka munculah konsep. Apabila digambarkan dengan kurva normal maka setengah dunia ini berada di dalam pikiran normal atau daerah normal.
Kurva bagian atas adalah setengah dunia di dalam pikiran normal. Kurva bagian bawah pada daerah normal merupakan masyarakat dan alam semesta beserta gejala-gejalanya. Kurva diatas memiliki batas normal atau standar deviasi dimana ini merupakan batas toleransi. Dengan demikian maka orang akan bahagia hidupnya apabila berada pada garis x = 0. Untuk daerah selain daerah normal disebut sebagai daerah penyimpangan. Bagi orang jawa apabila terjadi penyimpangan maka solusinya adalah dengan ruwatan mencari penjelasan agar menjadi normal. Demikian pula belajar filsafat adalah berusaha mencari penjelasan terhadap penyimpangan yang terjadi. Berarti belajar filsafat adalah melakukan ruwatan dengan harapan kalau bisa menjadi orang-orang yang tidak bermasalah. Oleh karena itu, agar tidak butuh penjelasan maka jadilah orang yang normal.
Di dalam pikiran kita terdapat dunia atas dan dunia bawah beserta empat kategori pikiran yaitu kualitatif, kuantitatif, kategori dan relasi. Dunia atas berupa apriori dan logika, sedangkan dunia bawah berupa sintetik dan pengalaman. Matematika murni memiliki empat sifat yaitu konsisten, pasti, utuh, dan yang terakhir belum diutarakan. Oleh karena itu, matematika murni berada pada dunia atas dalam pikiran kita yaitu bersifat apriori dan analitik(logika). Sekarang ini banyak pendidik yang cenderung menerapkan matematika yang bersifat dogma dan otoriter. Hal demikian berdampak seakan-akan matematika itu mitos. Hal ini perlu diluruskan agar matematika menjadi logos dengan matematika sekolah. Semoga kita sebagai calon pendidik mampu menerapkan matematika yang bersifat logos. Amiin...
No comments:
Post a Comment
Penulis mengharapkan komentar, kritik, dan saran agar blog ini semakin baik kedepannya :)