Problem posing memiliki beberapa
pengertian. Pertama, problem posing yaitu perumusan soal sederhana atau perumusan ulang
soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami
dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing merupakan perumusan soal
yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam
rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver dan Cai, 1996:294). Ketiga, problem
posing adalah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik
dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver dan
Cai, 1996:523).
Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem
posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau
konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Suryanto (1998:3)
menyatakan bahwa soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku.
Stoyanova (1996) mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing
menjadi situasi problem posing yang bebas, semiterstuktur, dan
terstruktur. Pada situasi problem posing yang bebas,
siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.
siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.
Dalam proses pembelajaran, umumnya, problem
posing yang digunakan adalah perumusan soal yang
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
menjadi lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka menyelesaikan soal
cerita operasi hitung campuran. Berdasarkan soal cerita yang diberikan, siswa
menyusun informasi dan kemudian membuat soal berdasarkan informasi yang telah
disusun. Selanjutnya, soal-soal tersebut diselesaikan dalam rangka mencari
selesaian sebenarnya dari pertanyaan soal cerita yang diberikan.
Respon siswa yang diharapkan dari pembelajaran problem posing adalah respon berupa
soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa membuat
yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan. Silver dan Cai
(1996:526) mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga
kelompok, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non matematika dan
pernyataan.
Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah
matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Pertanyaan
matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu
pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang
tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan adalah
pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk
diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai
dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan
juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan
pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat
masalah matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.
Sedangkan pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang
tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau
salah.
Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan
matematika. Antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat
hubungan yang terjadi. Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis hubungan
antara respon-respon tersebut, yaitu hubungan simetrik dan berantai. Respon
yang mempunyai hubungan simetrik disebut respon simetrik yaitu serangkaian
respon yang objek-objeknya mempunyai hubungan. Sedangkan respon yang mempunyai
hubungan berantai disebut respon berantai. Pada respon berantai, untuk
menyelesiakan respon berikutnya diperlukan penyelesaian respon sebelumnya. Sehubungan
itu, Kilpatrik (Siver dan Cai, 1996:354) menyatakan bahwa salah satu dasar kosep koginitif
yang terlibat dalam pengajuan soal adalah assosiasi, yaitu kecendrungan siswa
menggunakan respon pertama sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga,
dan seterusnya.
Sumber:
Silver dan Cai.1996.An Analysis of
Arithmetic Problem Posing by Middle School Students.Journal for Research
in Mathematics Education.
Brown dan Walter.1993.Problem
Posing : Reflections and Aplications.New Jersey:Lawrence Erlbaum
Associates Publishers.
Suryanto.1998.Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika.Makalah.
Stoyanova.1996.Developing a Framework for Research
into Students’ Problem posing in School Mathematics.newcastel.edu.au
No comments:
Post a Comment
Penulis mengharapkan komentar, kritik, dan saran agar blog ini semakin baik kedepannya :)